Menyeramkan! Kisah Angker Pos 2 Gunung Klabat, Headlamp Mendadak Mati Hingga Sosok Tanpa Wajah. Berani ?
Gunung Klabat bukan hanya berpredikat gunung tertinggi di Sulawesi Utara, tapi di balik kemegahannya, gunung ini ternyata menyimpan banyak cerita misteri yang sulit dipahami para pendaki.
Dua kali menjajal trek pendakian Gunung Klabat, baru kali ini saya bisa melihat dari dekat salah satu spot yang paling sering jadi buah bibir di kalangan pendaki.
Berkesempatan mendaki pagi, saya tiba di pos pemberhentian kedua usai menjajal medan pendakian cukup panjang, sekitar dua jam perjalanan dari pos satu.
Di sinilah tempatnya, gumanku.
Beristirahat sejenak untuk makan dan memulihkan energi yang sedikit terkuras, saya dan dua teman pendaki lain melanjutkan perjalanan untuk menuju pos tiga yang berjarak sekitar 45 menit.
Sebelumnya, kami harus melintasi spot yang menyimpan misteri tersebut.
Oh ternyata tempat yang selama ini jadi buah bibir itu adalah sebuah batu dengan ukuran besar, dengan bagian atas agak datar.
Terdapat sejumlah tulisan dari cat putih di bagian depan batu besar tersebut.
Pandangan saya terhenti pada sebatang kayu yang sudah usang, tertancap tepat di depan batu besar tersebut.
Di bagian atas kayu itu terdapat sebuah topi 'koboi' yang sudah ditumbuhi lumut.
"Topi siapa ini?" tanyaku dalam hati.
Hanya sedikit petunjuk yang kutemukan, yaitu sebuah tulisan yang berada di bagian belakang topi, tergores di sisi depan batu besar. "Tuama: Oi", yang sepengetahuanku adalah sebutan atau panggilan untuk pria yang dihormati dari kalangan adat Minahasa.
Yang pasti ini topi sudah berada di tempat ini untuk waktu yang sangat lama, hingga sudah ditumbuhi lumut.
Mata dan kameraku terus liar menelusuri setiap lekuk dari spot batu besar ini. Ada semacam sisa bakaran di depan topi berlumut, berupa arang, dan sedikit berbau kemenyan. Ada juga semacam dedaunan berisi ceceran bekas sisa makanan.
"Batu ini adalah tempat orang berdoa, sambil bawa sesajen," ungkap temanku.
Kaget, dalam hati ku bertanya berdoa untuk siapa di tempat sesunyi ini?
"Ini kan jauh, kok bisa orang mau mendaki sampai kesini hanya untuk berdoa?" tanyaku penasaran.
Kata temanku aktivitas 'mistis' seperti ini sudah biasa dan sudah bertahun-tahun dilakoni banyak orang di tempat ini
"Biasanya mereka bawa rokok, makanan. Kalau pas mendaki dan kami temukan, kami ambil, bodo amat. Mumpung tambah bekal untuk pendakian hahaha" ujar temanku.
Kami pun melanjutkan perjalanan, tapi hatiku masih penuh dengan tanda tanya.
"Jadi ini semacam tempat penyembahan berhala begitu?" ku coba berdiskusi dengan diri sendiri.
Gara-gara menemukan tempat ini, saya jadi teringat sejumlah cerita mistis yang pernah diungkapkan beberapa teman tentang angkernya pos dua Gunung Klabat.
Sebagai orang yang tak peduli dengan hal-hal mistis seperti ini, saya harus mencoba untuk tidak menghiraukan, tapi cerita-cerita itu terus berputar dalam otak selagi kaki terus melangkah menjajal trek pendakian menuju empat pos terakhir sebelum tiba di puncak Gunung Klabat.
Sebelum pendakian pertamaku Maret 2016 silam, seorang teman sempat bercerita tentang pengalamannya terpaksa mendaki sendirian saat malam hari.
Saya sempat jengkel karena itu pengalaman pertamaku mendaki dan sudah dicekoki cerita yang tak mengenakan.
Waktu itu ada kegiatan bersama Mapala di puncak Klabat. Ia pun harus mendaki sendirian karena teman-temannya sudah tiba duluan. Saat beristirahat di pos dua lah ia mengalami apa yang sulit dimengerti logika.
Duduk sambil makan ia lakukan tepat di dekat batu besar tersebut.
"Headlamp mendadak mati. Saya coba menyalakan obor minyak cadangan yang kubawa, beberapa detik dinyalakan apinya mendadak mati seperti terhisap. Ku coba ambil lilin, nyalakan pemantik api pun sama, hanya beberapa detik dan mendadak mati," ungkapnya.
Dalam kondisi gelap gulita dan kabut yang mulai turun, sang teman yang terbilang pemberani itu bangkit, meraba-raba tas, mengemas sisa makanan dan melanjutkan perjalanan berbekal intuisi.
Bersyukur ini bukan kali pertama ia mendaki. Sebagai seorang tur guide, ia sudah hafal jalur pendakian di pos ini. Alhasil, sambil setengah meraba-raba dalam kegelapan, ia melanjutkan pendakian.
"Percaya atau tidak, saat nyampe di pos tiga baru headlamp dan obor bisa menyala, saya tertawa sekeras-kerasnya," ungkapnya.
Kisah headlamp mendadak mati ini akhirnya membuat saya ingat, ahaaa! Bukankah waktu pendakian pertama lalu headlamp ku yang baru dibeli dua buah, lengkap dengan baterai baru pun mati secara misterius saat istirahat makan di pos dua.
Ingatan ini bikin sedikit begidik, tapi saya senyum aja karena fakta yang tak diharapkan ini jadi cerita tersendiri ketika kali kedua mendaki Klabat. Menemukan semacam benang merah, yang menjawab pertanyaanku sendiri, kok bisa headlamp baru tak bisa menyala.
Anehnya, pulang rumah, dua headlamp itu menyala terang sekali. Bahkan sering kupakai untuk membantu penerangan di kamar untuk baca Alkitab. Cuman bisa tertawa saat mengingatnya.
Kisah lain yang tak kalah seru adalah cerita teman sesama pendaki lain yang juga mengalami pengalaman tak terlupakan saat melintasi pos dua Gunung Klabat.
"Kebetulan mendaki sendiri, jadi sampai di pos dua istirahat untuk makan malam," ungkapnya.
Berbeda dengan kasus headlamp mati mendadak, temanku ini tak mengalami pengalaman yang sama. Headlamp nya baik-baik saja.
Yang bikin ia begidik adalah usai makan dan melanjutkan perjalanan, baru saja keluar dari pos dua melintas dekat batu besar di sisi trek pendakian ia ketemu seseorang membawa sekitar sembilan ekor binatang mirip anjing yang diikat tali dan talinya dililit jadi satu.
Samar-samar dari arah depan, sosok dengan sembilan ekor binatang itu jalan menurun hendak berpapasan dengannya. Tak mau sinar headlampnya mengganggu pandangan, ia membengkokkan headlampnya ke arah bawah.
Saat berpapasan itulah, jantungnya berdegup tak karuan, bulu roma berdiri saat melirik sejenak ke arah sosok tersebut.
"Gila, pas lihat wajahnya kok tak ada mata, hidung, dan mulut, pelat datar begitu," ungkapnya.
Berusaha tak panik, ia berusaha melanjutkan perjalanan tanpa pernah lagi menoleh kebelakang.
"Saya pernah dengar kata warga kampung dekat Klabat. Katanya kalau ketemu pria sudah agak tua dan tak ada wajahnya ketika melintas jalur pendakian mesti waspada. Biasanya itu pertanda bakal hilang di gunung.
Tapi bersyukur saya tak mengalami itu," ungkapnya.
Saya pun masih bertanya-tanya, apalah ada hubungannya antara batu besar tempat sesajen, topi berlumut dan sejumlah kisah aneh ini? aaah membingungkan.
Kisah mistis di Gunung Klabat bukan hanya terjadi pos dua, banyak juga kejadian pendaki hilang saat melintas di jalur pendakian pos lain. Ada yang tiba-tiba muncul di tempat lain yang ia tak kenal.
Ada juga yang tiba-tiba hilang arah di puncak ketika kabut tebal turun, dan masih banyak lagi cerita pendaki hilang di Gunung Klabat dan baru ditemukan beberapa hari kemudian, bahkan dari cerita yang kudengar ada yang tak ditemukan sampai sekarang.
Cerita yang terakhir adalah pendaki yang hilang di puncak baru ditemukan dalam keadaan telanjang di Desa Dimembe Minut.
Dari ceritanya, ia sempat lihat kawan-kawannya yang mencari dia, tapi mereka tak bisa melihatnya dan mendengar suaranya saat minta tolong. Seolah ada sesuatu yang menghalangi pandangan mata mereka.
Banyak sekali cerita mistis yang sulit dimengerti dialami pendaki Gunung Klabat.
Apapun itu, saya sendiri tak terlalu ambil pusing dengan hal-hal yang menurut saya tak masuk akal.
Prinsipnya, sebagai orang yang percaya kemahakuasaan Tuhan, hal yang paling penting dilakukan sebelum memulai pendakian adalah berdoa, menyerahkan seluruh perjalanan kepada prlindungan-Nya. Sambil tentu saja menjaga sikap selama mendaki.
Bersyukur, dua kali mendaki Klabat semuanya berjalan lancar.
Di balik kisah-kisah mistis yang masih menjadi misteri, Gunung Klabat tetap menyedot perhatian banyak pendaki. Bahkan saat ini, gunung tertinggi di Sulut ini makin ramai dan menjadi destinasi wisata pendaki bukan hanya dari Sulut tapi hingga mancanegara.
Jalurnya yang menantang dengan medan miring sejak awal pendakian hingga ke puncak, bahkan mencapai angka kemiringan lebih hingga 70 derajat di sejumlah spot, tak ayal membuat banyak pendaki menyerah.
Dua kali menjajal trek pendakian Gunung Klabat, baru kali ini saya bisa melihat dari dekat salah satu spot yang paling sering jadi buah bibir di kalangan pendaki.
Berkesempatan mendaki pagi, saya tiba di pos pemberhentian kedua usai menjajal medan pendakian cukup panjang, sekitar dua jam perjalanan dari pos satu.
Di sinilah tempatnya, gumanku.
Beristirahat sejenak untuk makan dan memulihkan energi yang sedikit terkuras, saya dan dua teman pendaki lain melanjutkan perjalanan untuk menuju pos tiga yang berjarak sekitar 45 menit.
Sebelumnya, kami harus melintasi spot yang menyimpan misteri tersebut.
Oh ternyata tempat yang selama ini jadi buah bibir itu adalah sebuah batu dengan ukuran besar, dengan bagian atas agak datar.
Terdapat sejumlah tulisan dari cat putih di bagian depan batu besar tersebut.
Pandangan saya terhenti pada sebatang kayu yang sudah usang, tertancap tepat di depan batu besar tersebut.
Di bagian atas kayu itu terdapat sebuah topi 'koboi' yang sudah ditumbuhi lumut.
"Topi siapa ini?" tanyaku dalam hati.
Hanya sedikit petunjuk yang kutemukan, yaitu sebuah tulisan yang berada di bagian belakang topi, tergores di sisi depan batu besar. "Tuama: Oi", yang sepengetahuanku adalah sebutan atau panggilan untuk pria yang dihormati dari kalangan adat Minahasa.
Yang pasti ini topi sudah berada di tempat ini untuk waktu yang sangat lama, hingga sudah ditumbuhi lumut.
Mata dan kameraku terus liar menelusuri setiap lekuk dari spot batu besar ini. Ada semacam sisa bakaran di depan topi berlumut, berupa arang, dan sedikit berbau kemenyan. Ada juga semacam dedaunan berisi ceceran bekas sisa makanan.
"Batu ini adalah tempat orang berdoa, sambil bawa sesajen," ungkap temanku.
Kaget, dalam hati ku bertanya berdoa untuk siapa di tempat sesunyi ini?
"Ini kan jauh, kok bisa orang mau mendaki sampai kesini hanya untuk berdoa?" tanyaku penasaran.
Kata temanku aktivitas 'mistis' seperti ini sudah biasa dan sudah bertahun-tahun dilakoni banyak orang di tempat ini
"Biasanya mereka bawa rokok, makanan. Kalau pas mendaki dan kami temukan, kami ambil, bodo amat. Mumpung tambah bekal untuk pendakian hahaha" ujar temanku.
Kami pun melanjutkan perjalanan, tapi hatiku masih penuh dengan tanda tanya.
"Jadi ini semacam tempat penyembahan berhala begitu?" ku coba berdiskusi dengan diri sendiri.
Gara-gara menemukan tempat ini, saya jadi teringat sejumlah cerita mistis yang pernah diungkapkan beberapa teman tentang angkernya pos dua Gunung Klabat.
Sebagai orang yang tak peduli dengan hal-hal mistis seperti ini, saya harus mencoba untuk tidak menghiraukan, tapi cerita-cerita itu terus berputar dalam otak selagi kaki terus melangkah menjajal trek pendakian menuju empat pos terakhir sebelum tiba di puncak Gunung Klabat.
Sebelum pendakian pertamaku Maret 2016 silam, seorang teman sempat bercerita tentang pengalamannya terpaksa mendaki sendirian saat malam hari.
Saya sempat jengkel karena itu pengalaman pertamaku mendaki dan sudah dicekoki cerita yang tak mengenakan.
Waktu itu ada kegiatan bersama Mapala di puncak Klabat. Ia pun harus mendaki sendirian karena teman-temannya sudah tiba duluan. Saat beristirahat di pos dua lah ia mengalami apa yang sulit dimengerti logika.
Duduk sambil makan ia lakukan tepat di dekat batu besar tersebut.
"Headlamp mendadak mati. Saya coba menyalakan obor minyak cadangan yang kubawa, beberapa detik dinyalakan apinya mendadak mati seperti terhisap. Ku coba ambil lilin, nyalakan pemantik api pun sama, hanya beberapa detik dan mendadak mati," ungkapnya.
Dalam kondisi gelap gulita dan kabut yang mulai turun, sang teman yang terbilang pemberani itu bangkit, meraba-raba tas, mengemas sisa makanan dan melanjutkan perjalanan berbekal intuisi.
Bersyukur ini bukan kali pertama ia mendaki. Sebagai seorang tur guide, ia sudah hafal jalur pendakian di pos ini. Alhasil, sambil setengah meraba-raba dalam kegelapan, ia melanjutkan pendakian.
"Percaya atau tidak, saat nyampe di pos tiga baru headlamp dan obor bisa menyala, saya tertawa sekeras-kerasnya," ungkapnya.
Kisah headlamp mendadak mati ini akhirnya membuat saya ingat, ahaaa! Bukankah waktu pendakian pertama lalu headlamp ku yang baru dibeli dua buah, lengkap dengan baterai baru pun mati secara misterius saat istirahat makan di pos dua.
Ingatan ini bikin sedikit begidik, tapi saya senyum aja karena fakta yang tak diharapkan ini jadi cerita tersendiri ketika kali kedua mendaki Klabat. Menemukan semacam benang merah, yang menjawab pertanyaanku sendiri, kok bisa headlamp baru tak bisa menyala.
Anehnya, pulang rumah, dua headlamp itu menyala terang sekali. Bahkan sering kupakai untuk membantu penerangan di kamar untuk baca Alkitab. Cuman bisa tertawa saat mengingatnya.
Kisah lain yang tak kalah seru adalah cerita teman sesama pendaki lain yang juga mengalami pengalaman tak terlupakan saat melintasi pos dua Gunung Klabat.
"Kebetulan mendaki sendiri, jadi sampai di pos dua istirahat untuk makan malam," ungkapnya.
Berbeda dengan kasus headlamp mati mendadak, temanku ini tak mengalami pengalaman yang sama. Headlamp nya baik-baik saja.
Yang bikin ia begidik adalah usai makan dan melanjutkan perjalanan, baru saja keluar dari pos dua melintas dekat batu besar di sisi trek pendakian ia ketemu seseorang membawa sekitar sembilan ekor binatang mirip anjing yang diikat tali dan talinya dililit jadi satu.
Samar-samar dari arah depan, sosok dengan sembilan ekor binatang itu jalan menurun hendak berpapasan dengannya. Tak mau sinar headlampnya mengganggu pandangan, ia membengkokkan headlampnya ke arah bawah.
Saat berpapasan itulah, jantungnya berdegup tak karuan, bulu roma berdiri saat melirik sejenak ke arah sosok tersebut.
"Gila, pas lihat wajahnya kok tak ada mata, hidung, dan mulut, pelat datar begitu," ungkapnya.
Berusaha tak panik, ia berusaha melanjutkan perjalanan tanpa pernah lagi menoleh kebelakang.
"Saya pernah dengar kata warga kampung dekat Klabat. Katanya kalau ketemu pria sudah agak tua dan tak ada wajahnya ketika melintas jalur pendakian mesti waspada. Biasanya itu pertanda bakal hilang di gunung.
Tapi bersyukur saya tak mengalami itu," ungkapnya.
Saya pun masih bertanya-tanya, apalah ada hubungannya antara batu besar tempat sesajen, topi berlumut dan sejumlah kisah aneh ini? aaah membingungkan.
Kisah mistis di Gunung Klabat bukan hanya terjadi pos dua, banyak juga kejadian pendaki hilang saat melintas di jalur pendakian pos lain. Ada yang tiba-tiba muncul di tempat lain yang ia tak kenal.
Ada juga yang tiba-tiba hilang arah di puncak ketika kabut tebal turun, dan masih banyak lagi cerita pendaki hilang di Gunung Klabat dan baru ditemukan beberapa hari kemudian, bahkan dari cerita yang kudengar ada yang tak ditemukan sampai sekarang.
Cerita yang terakhir adalah pendaki yang hilang di puncak baru ditemukan dalam keadaan telanjang di Desa Dimembe Minut.
Dari ceritanya, ia sempat lihat kawan-kawannya yang mencari dia, tapi mereka tak bisa melihatnya dan mendengar suaranya saat minta tolong. Seolah ada sesuatu yang menghalangi pandangan mata mereka.
Banyak sekali cerita mistis yang sulit dimengerti dialami pendaki Gunung Klabat.
Apapun itu, saya sendiri tak terlalu ambil pusing dengan hal-hal yang menurut saya tak masuk akal.
Prinsipnya, sebagai orang yang percaya kemahakuasaan Tuhan, hal yang paling penting dilakukan sebelum memulai pendakian adalah berdoa, menyerahkan seluruh perjalanan kepada prlindungan-Nya. Sambil tentu saja menjaga sikap selama mendaki.
Bersyukur, dua kali mendaki Klabat semuanya berjalan lancar.
Di balik kisah-kisah mistis yang masih menjadi misteri, Gunung Klabat tetap menyedot perhatian banyak pendaki. Bahkan saat ini, gunung tertinggi di Sulut ini makin ramai dan menjadi destinasi wisata pendaki bukan hanya dari Sulut tapi hingga mancanegara.
Jalurnya yang menantang dengan medan miring sejak awal pendakian hingga ke puncak, bahkan mencapai angka kemiringan lebih hingga 70 derajat di sejumlah spot, tak ayal membuat banyak pendaki menyerah.
Tapi inilah yang membuat Klabat bikin jatuh hati. Kapok pertama kali mendaki, setelah itu bakal ketagihan.
Belum lagi dengan deretan flora dan fauna unik yang bisa ditemukan di sepanjang jalur pendakian.
Bahkan hewan-hewan endemik semisal Yaki Pantat Merah (Macaca nigra), Kuskus Beruang Sulawesi (Ailurops ursinus), hingga berbagai jenis burung akan menjadi hiburan tersendiri saat beristirahat di sejumlah pos pendakian.
Menikmatinya sambil mandi kabut di pos empat menuju lima, wooooow pengalaman tak kan terlupakan.
Di pos enam teman-teman bisa temukan Hutan Lumut yang unik itu, Danau Klabat, deretan pepohonan strowberi hutan (Rubus fraxinifolius Poir
Ke arah puncak kalau beruntung bisa merasakan sensasi melihat lautan awan, segitiga bayangan Klabat saat sunrise, dan yang bagi saya paling tak terlupakan adalah melihat dari dekat cantiknya Bunga Abadi Edelwess (Anaphalis javanica) di dekat tebing-tebing puncak Gunung Klabat.
Semua pesona ini ngalahin deh 'ketakutan' gara-gara cerita mistis di jalur pendakian Klabat, hehehe. Bagi saya, itu hanya sekedar cerita selingan yang yaah cukup menghiburlah setiap mendaki Gunung Klabat.
Bagaimana, sudah siap mendaki? Gunung Klabat Sulawesi Utara menunggumu! Jangan lupa ajak orang-orang yang anda sayangi :)
Belum lagi dengan deretan flora dan fauna unik yang bisa ditemukan di sepanjang jalur pendakian.
Bahkan hewan-hewan endemik semisal Yaki Pantat Merah (Macaca nigra), Kuskus Beruang Sulawesi (Ailurops ursinus), hingga berbagai jenis burung akan menjadi hiburan tersendiri saat beristirahat di sejumlah pos pendakian.
Menikmatinya sambil mandi kabut di pos empat menuju lima, wooooow pengalaman tak kan terlupakan.
Di pos enam teman-teman bisa temukan Hutan Lumut yang unik itu, Danau Klabat, deretan pepohonan strowberi hutan (Rubus fraxinifolius Poir
Ke arah puncak kalau beruntung bisa merasakan sensasi melihat lautan awan, segitiga bayangan Klabat saat sunrise, dan yang bagi saya paling tak terlupakan adalah melihat dari dekat cantiknya Bunga Abadi Edelwess (Anaphalis javanica) di dekat tebing-tebing puncak Gunung Klabat.
Semua pesona ini ngalahin deh 'ketakutan' gara-gara cerita mistis di jalur pendakian Klabat, hehehe. Bagi saya, itu hanya sekedar cerita selingan yang yaah cukup menghiburlah setiap mendaki Gunung Klabat.
Bagaimana, sudah siap mendaki? Gunung Klabat Sulawesi Utara menunggumu! Jangan lupa ajak orang-orang yang anda sayangi :)
Baca Juga